Satu Guru Kibarkan Literasi

 



Kurangnya minat baca menjadi  permasalahan utama yang sering diperbincangkan.  Bukankah di era digital semakin mudah orang mendapatkan informasi di manapun berada? mengapa banyak guru yang belum mampu mengembangkan literasi sekolah? Apakah mereka tidak kompeten? 

Tak  ada usaha maka kompetensi itu tidak akan kita dapatkan. Kompetensi bisa dipupuk dengan ketekunan dan kesungguhan.  Tersedianya nya perangkat digital seyogyanya bisa dimanfaatkan secara maksimal. Penggunaan WhatsApp, Facebook, Instagram diarahkan dalam proses menimba ilmu pengetahuan dan menggali potensi, bukan sekedar melakukan acting dan chating.


Literasi pada dasarnya adalah membaca menulis, dan berhitung. Oleh karena itu Asesmen Ketuntasan Minimal (AKM) yang merupakan penilaian dasar meliputi literasi membaca dan literasi berhitung.


Kemampuan baca tulis merupakan kemampuan awal yang harus dimiliki seseorang karena dasar dalam berkomunikasi. Pemberantasan buta huruf telah dilakukan oleh pemerintah sehingga dari tahun ke tahun terjadi penurunan angka dan hal tersebut seringkali menjadi sasaran adalah daerah pelosok dan terpencil.


Berkaitan dengan baca tulis , pembelajaran awal berada pada pendidikan dasar yakni SD, yang mana siswa kelas 1 memerlukan perhatian khusus. Seringkali guru menemui siswa yang mengalami perlambatan membaca. Berdasarkan pengalaman, hal yang pernah saya lakukan adalah melakukan pendekatan dari hati ke hati. Sudah barang tentu kita harus menggunakan media yang menarik misalnya alat bantu berupa kartu kata. Menciptakan suasana keakraban sehingga siswa yang memerlukan perhatian khusus tersebut tidak takut dengan keberadaan kita sebagai guru.


Pengertian literasi membaca pada tahap selanjutnya bukan hanya sekedar baca dan tulis sebagaimana yang dimuat dalam situs Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, SD dan pendidikan menengah Kemenristek bahwa "literasi baca tulis merupakan pengetahuan dan kecakapan membaca, menulis, mencari, menelusuri, mengolah dan memahami informasi untuk menganalisa, menanggapi, dan menggunakan teks tertulis untuk mencapai tujuan mengembangkan pemahaman potensi serta untuk berpartisipasi di lingkungan sosial"


Di lapangan seringkali  saya menemui siswa mengalami kesulitan dalam melakukan pemahaman terhadap bacaan, menelaah  isi bacaan,  menemukan ide pokok dan menyimpulkan serta tidak mampu menghasilkan karya    Kurangnya referensi bacaan merupakan penyebab utama. mereka tidak suka membaca. Untuk itu guru harus piawai dalam mengelola literasi sekolah. Sesuai dengan pedoman Gerakan Literasi sekolah (GLS) adalah 15 menit kegiatan  membaca yakni yang  dilakukan di awal, di tengah ataupun di akhir pembelajaran.


Dinamika  perkembangan literasi saat Pandemi Covid 19  


Intensitas membaca masyarakat Indonesia di kala pandemi Covid 19 menurut beberapa penelitian mengalami peningkatan. Namun bagaimana dengan kondisi peserta didik?


. Dengan pengurangan kontak fisik sangat sulit untuk melakukan penanganan. Pembelajaran di masa pandemi covid 19 memerlukan banyak pendampingan dari orang tua. Peran guru sangat berkurang, pemantauan dilakukan dari jarak jauh. Sekolah yang tidak melaksanakan pembelajaran daring, menggunakan opsi kunjungan rumah, pembentukan kelompok kecil dan sebagai alat bantu penggunaan modul dan lembar kerja siswa bisa digunakan, semua tergantung inovasi guru. Namun apapun yang dilakukan untuk menangani masalah, masih kurang maksimal.


Di kala ada lampu hijau dilaksanakan pembelajaran tatap muka terbatas kegembiraan membuncah. Ibarat melakukan pemulihan di saat orang yang baru sakit. Pertemuan tatap muka menjadi obat atas kerinduan peserta didik pada sekolah yang sudah lama ditinggalkan. Walaupun dilakukan secara terbatas,  merupakan penghilang dahaga telah melakukan perjalanan jauh yang melelahkan. 


Berbenah itulah yang dilakukan. Dengan langkah pasti tahap demi tahap. Pojok baca yang dihias dengan berbagai versi tiap kelas terlihat merindukan sosok empunya. Namun keberadaannya hanya dilambai, karena harus mengefektifkan materi inti untuk pemenuhan kompetensi mata pelajaran. 


Di lain sisi teknologi informasi melaju begitu cepat. Tak mau kalah bagi masyarakat pedesaan sudah bergelut dengan perangkat android. Siapapun bisa mengakses informasi tanpa pandang bulu. Namun seringkali menjadi simalakama, dalam suatu sekolah   tidak sampai 50% persen yang memiliki perangkat tersebut atau walaupun ada fasilitas menggunakannya sistem keroyokan. namun demikian  memerlukan penanganan serius karena penggunaan yang tidak terkontrol.


Menyongsong Tahun 2022


Solusi harus ditemukan, nasib generasi dipertaruhkan. Ditengah susahnya penanganan kesulitan belajar sudah diterpa adanya pengaruh negatif dengan tidak tersaringnya informasi. Orang tua siswa harus diajak duduk bersama memperbincangkan masa depan anak-anak mereka. 




Sosialisasi pendampingan anak dalam penggunaan Internet di SDN 3 Samuda Kota


Tugas guru ganda, menyelesaikan dua sisi yang berbeda. Pembelajaran yang menyenangkan pun harus diciptakan.  Namun yang tidak boleh diabaikan   adalah  dimanapun  berada guru harus mempunyai jiwa juang. Nilai keikhlasan harus ditanamkan. Sebagus apapun Kemampuan yang dimiliki guru, tanpa ada nilai pengabdian maka hasilnya nol. 


Kepala sekolah harus memanajemen sekolah yang dipimpinnya. Melakukan penanganan pemecahan masalah bersama guru dengan menyatukan pandangan. Literasi tetap bisa dikembangkan dalam kondisi apapun. Bahkan pasca pandemi Covid 19 penggunaan media gawai tetap bisa digunakan untuk siswa yang didalam rumahnya memiliki perangkat tersebut. Kesibukan berupa tugas-tugas dari guru untuk menambah bacaan bisa dilakukan secara offline maupun online.


Literasi numerasi tidak kalah penting. Di sini ada pengalaman yang selalu saya ingat dan sangat perlu tindak lanjut.  Suatu ketika pernah saya melakukan  pemantauan kemampuan berhitung kelas tinggi. Ternyata kemampuan siswa dalam menyerap materi dengan pokok bahasan yang sama tidak berkesinambungan dengan kelas sebelumnya. Kurang kontekstual dalam pembelajaran sebagai faktor pemicu. Pola pikir peserta didik sangat sederhana, untuk itu praktek-praktek nyata harus di lakukan.  Kemudian sebagai solusi lanjutan adalah menyatukan kesamaan langkah.  Ibarat seseorang berniat menuju ke suatu tempat, ditempuh jalan yang mudah dilalui. Jika siswa sudah memahami betul akan langkah pertama bisa dilakukan langkah alternatif. 


Literasi tidak harus dilakukan disekolah. Banyak ruang yang bisa kita isi di waktu luang di luar sekolah. Penugasan yang dilakukan guru kepada siswa harus mempunyai daya tarik. Banyak pilihan yang digunakan sebagai bukti kreativitas. Penggunaan media sosial, TikTok, Blog, Facebook Instagram grup percakapan,  bisa digunakan untuk pengembangan literasi. Tidak ada yang susah dilakukan. #SATUGURU  Kibarkan Literasi.


Ditulis Oleh     : Aini Farida, S.Pd

Tempat Tugas : SDN 3 Samuda Kota











Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gelombang Senja

Membangun Digital Space yang Aman Untuk Anak

BUku Mahkota Penulis, Buku Muara Penulis