kEALPAAN KOKO


https://sketsamenarik.blogspot.com/2021/01/12-gambar-orang-memancing.html 

 Koko,  Rino  dan Andi adalah tiga anak yang selalu berteman. Selain rumahnya saling berdekatan mereka  berada dalam satu sekolah dasar. Suatu ketika dalam perjalanan pulang  mereka berencana memancing ikan.

"Hari ini kita memancing di sungai mana?"   tanya Andi kepada kawan-kawannya. 

"Ada dua pilihan,  Sungai Bakung bagian darat   dekat rumah Pak Damri,   kata orang  banyak ikan  lele, bisa juga  Sungai Sepihan, di sana  banyak ikan sepat," kata Rino   memandangi sahabatnya  yang terlihat manggut mendengar penjelasannya.

Akhirnya mereka memilih ke Sungai Bakung yang  terletak sekitar 3 km dari hunian mereka. Tempatnya  sejuk  dan nyaman bagi pecinta   mancing, namun ada waktu dan musim tertentu  terdapat banyak ikan.

Siang itu Koko terlihat sibuk dengan persiapan mancing. Diambilnya  kali  yang kemarin dibelinya di Toko Barokah,  dimasukkan ke dalam  tas ransel beserta umpan terkemas rapi dalam plastik. Tak lupa  dengan  camilan dan minuman,  dibukanya kulkas di hadapan sehingga tasnya hampir penuh dengan bekal bawaan.

“Ko …,  esok  kan sekolah, lagian   gak musim ikan. Coba lihati, mana  ada orang  pergi mancing, PR sudah dikerjakan belum?" Koko dikagetkan dengan sapaan ibunya yang secara tiba-tiba. Rasa bersalah bergejolak  di hatinya, namun tidak mungkin rencana dibatalkan. keinginan mengalahkan segalanya, apalagi kedua sahabatnya sudah menunggu.

"Nanti malam bisa saja Bu, Koko sudah janjian dengan kawan-kawan," sanggah Koko  untuk menyakinkan ibunya agar tidak melarangnya pergi.

Terik matahari tidak menghalangi rencana yang telah disepakati. Tepat jam 14.00 WIB dengan mengendarai sepeda masing-masing mereka berangkat beriringan.

"Ko…, banyak amat bekal yang kamu bawa, kita   sebentar saja di sana," tegur Andi keheranan.

"Gak apa-apa,   di tempat itu tidak ada warung, coba kalau kehausan mencari kemana,  minum air sungai," Jawab Koko membenarkan diri.

Begitulah  gaya  Koko yang selalu beda sehingga kawan-kawan selalu terhibur dengan keberadaannya.

Tak seberapa lama tibalah mereka di tempat yang dituju dengan mengambil posisi masing-masing. Koko memasang umpan di kail,  mata deliknya mengawasi gerakan air.

"Plukk…"  kail Koko sudah melejit di area tersebut.

Tak mau kalah hal  sama dilakukan  Andi dan Rino. Mereka diam sejenak sambil menunggu umpan mereka bergerak-gerak.

 "Rino … .Rino …. .kail kamu bergerak-gerak, ayo angkat,' teriak Koko gelisah.

"Jangan berisik,  nanti ikannya takut," gerutu Rino. 

"Memang ikan ngerti bahasa kita," kata Koko melucu agar sahabatnya tidak marah.

"Ya,  gak lah, tapi mendengar sesuatu yang asing, ikan itu tidak mau makan umpan,"  kata Koko  sambil meraih kali yang ada di depannya.

 "Astaga,  kok kecil  pantesan ringan," kata Andi menggerutu sendirian, rasa kecewa tersirat di raut wajahnya.

 "Haa… haa …"  Koko dan Andi tidak bisa menahan tawa.

 "Kita syukuri saja, yang penting dapat," kata Koko menghibur.

Satu jam telah berlalu, Koko memutar-mutar scroll pancing,  diikuti gerakan senar yang melilitnya. Diamati berkali-kali besaran umpan yang dipasangnya. Sesekali membandingkan  milik Andi dan Rino, sekiranya tidak ada yang salah.   Sejak tadi tidak  ada ikan   berhasil di kailnya.

 Berpindah tempat mungkin akan lebih tepat. Koko mengangkut semua peralatannya menjauh dari kedua kawannya.  Tak berapa lama  meletakkan umpan, Koko berteriak girang sambil mengangkat kailnya. Namun belum sempat diraihnya, ikan sudah lepas jatuh  ke sungai lagi.

 Untuk menghilangkan rasa penat, dibukanya  bekal dari rumah.

"Aku tahu sekarang, ikan-ikan  pada   takut sama bekalmu yang banyak tu." Seloroh Rino melihat kelakuan Koko.

 "Jangan bercanda…, sahut Koko sambil bersungut-sungut sembari membuka jerigen dimana Rino menyimpan ikan hasil pancingannya.

"satu, dua, tiga, empat , lima …, untuk makan kucingku sajalah,"  Koko sengaja membalas ejekan.

Mereka bersitegang hanyalah sebatas pelepas kejenuhan.  Tak seberapa lama  Koko memanggil kedua sahabatnya untuk ikut makan bersama-sama bekal yang dibawanya. 

Suara kokok ayam Pak Damri  menyadarkan  mereka bahwa hari sudah sore. 

"Ko …, ,ajak teman-temanmu singgah kemari," panggil  Pak Damri  tak tega melihat Koko dan kawannya terlihat kelelahan.

 Koko beranjak, tanpa diikuti kedua kawannya. Mereka   bersikukuh menunggu kailnya yang terlihat masih ada umpan  siap diangkat.  Dengan langkah gontai Koko memenuhi panggilan Pak Damri.  

Pak Damri sangat penyayang. Beliau .adalah bekas tetangga  Koko yang dulunya bersebelahan rumah.  

"Mana Ko ikannya?" Pak Damri memeriksa jerigen nya yang ternyata masih kosong.

Koko hanya mematung lesu. Dalam hal memancing ia memang kurang  terampil. Ia sudah putus asa, tidak ada seekor ikan pun yang dibawa pulang.  Pak Damri mengambil ikan di gentong  belakang rumah dan mengambil beberapa  ikan dimasukkan di jerigen Koko.  Koko sangat berterimakasih atas kebaikan  pak Damri

 

****

"Ko … kenapa  lama,  katanya  tadi pamitnya hanya sebentar.'  tegur ibunya  yang sejak lama menunggu kepulangan Koko.

 "Ikannya kecil-kecil dan  susah dipancing Bu,  Koko tidak dapat ikan.  Tadi disuruh singgah di rumah Pak Damri, diberi ikan besar-besar." Jawab Koko sambil senyum-senyum.

 "Apa Ko …, kasian pak Damri, ikan itu sebagai cadangan beliau untuk makan sehari-hari." kata ibunya merasa iba.

"Tadi Koko tidak minta, beliau memberi,"   Jawab Koko membela diri.

"Iya … Ko ibu ngerti,   jangan   sampai hampir larut begini.  tu...sholat asharnya hampir hilang." ibunya berusaha memberikan pengertian.

 "Jam berapa Bu?" Tanya Koko lagi. 

"Lihat sudah jam 5." jawab ibunya.

"Hah…," Koko panik, bergegas mandi dan langsung ambil sajadah melaksanakan sholat ashar.

 "Lain kali jangan diulang,   boleh memancing atau bermain, tapi jangan lupa waktu"  Ibunya  menasehatinya.

Kini giliran Koko menepati janji, tugas   tertunda harus diselesaikan. Malam itu Koko ingin menunjukkan pada ibunya bahwa dia bukan anak pemalas. Meja belajar dihadapan, namun sesaat mulai menuliskan tugas pertama, ia merasakan ada beban berat di kelopak mata  yang tidak bisa diajak kompromi.   Nampaknya Koko kelelahan setelah aktivitasnya seharian. Sayub-sayub terdengar suara dengkuran lirih, ibunya segera menghampiri ke arah suara tersebut. Koko sudah tidak berdaya di pembaringan.

Kicau burung bersahutan, ayam berkokok tak ada  hentinya, pertanda  pagi mulai menyambut, 

 " Ko…., bangun,  "Siap kumandangkan Azan subuh." Ibunya terus menggerak-gerakkan badan Koko agar segera beranjak."

 Lelah masih dirasakan Koko, hanya  dengan posisi duduk bersandar  yang bisa dilakukan sambil mengumpulkan tenaga yang masih tersisa.

*Ayo cepat bersihkan diri dan ambil air wudhu,” kata  ibunya memberikan semangat untuk melawan malas.  

Dengan sekuat tenaga Koko berhasil berdiri, langsung menuju  kamar belakang. Melihat gelagat Koko, ibunya  merasa tenang dan asyik menyiapkan diri untuk sholat subuh dengan menyusul Koko ke belakang, namun di kamar mandi ternyata sudah tidak ada, ibunya berpikir  Koko susah pergi ke mushola.

Sementara itu, Koko merasa ada sesuatu yang tidak biasa.  Dengan awas bola matanya tertuju pada benda  berenang memancarkan berkilau di parit belakang rumah. Secara reflek tangan kanannya meraih saringan besar di sampingnya.

"Hip …,” sambaran Koko melenceng, meloncatlah makhluk  yang ternyata ikan  besar berwarna keemasan.    Tak mau gagal yang kedua kalinya, kali ini Koko lebih waspada dan berhati-hati agar sasaran tidak lepas.

"Kena…" sabetan Koko mengenai sasaran, begitu mulai memegang ikan tersebut,  terasa  menyengat mengenai kulit tangan.

 *Tolong … tolong…" suara Koko  dengan kencang  mengejutkan seisi  rumah.

Sumber suara terdengar jelas dari gudang.  Koko ternyata hanya beralih tempat tidur.  Dengan mengendap-endap Nina mendekati tempat tersebut.

"Hii …,   banyak kecoa," teriak  Nina   yang merupakan adik Koko.

“Mana … mana …,  seketika Koko berjingkat dengan penuh rasa takut, pikiranya masih diselimuti dengan mimpi yang melelahkan.

  "Kamu mimpi apa bang" tanya Nina penasaran.

 "Makanya jika subuh tiba,  keengganan harus dilawan, cepat-cepat bangun dan  ambil wudhu, beres kan! jika tidur lagi, banyak godaan."  Ibunya menenangkannya.

 

***

Rino,  Andi dan kawan lainnya  sedang asyik ngobrol bersama.   Sudah menjadi kebiasaan usai menjalankan sholat subuh di mushola mereka berjalan-jalan mengelilingi kampung.

*Rino …, kita singgah ke rumah Koko, yuk!, tumben tidak kelihatan" ajak Andi  dengan mendahului arah perjalanan ke arah  rumah Koko. Tanpa banyak tanya mereka pun mengikuti kemana Andi berbelok. 

“Koko … Koko …,”  kawan-kawannya bersahut-sahutan  memanggil.

Mendengar ada suara memanggil Koko bergegas keluar.  Keraguan berkecamuk, apakah kali ini ikut bersama kawan-kawannya atau tidak.  Koko merasa ada sesuatu yang hilang, kali ini tidak bisa dibayarkan, kecuali menerima apa adanya.  Sebenarnya Koko bukanlah anak pemalas,  kadang-kadang kemauan sesaat yang membuatnya  teledor, rasa sesal selalu menyertai.

"Aku belum mengerjakan PR, lain kali saja lah! kata Koko memberikan alasan.

 "PR apa Ko?  Ooo, ya, ya, aku tahu,   tugas kemarin dari ibu Mery guru bahasa Indonesia kan? Mana cukup Ko, banyak lho, hari itu juga punyaku langsung aku kerjakan," kata Andi menegaskan perkataan Koko.

"Betul," sahut Koko  dan  membiarkan kawan-kawanya berlalu.

Koko membuka buku bahasa Indonesia yang tadi malam tidak sempat dikerjakan.  Sesekali pandangannya melirik ke arah jam dinding,  sambil melanjutkan menulis  jawaban, namun kali ini konsentrasi setengah buyar. Koko harus memanfaatkan waktu yang sedikit, sepuluh menit lagi ia harus mempersiapkan diri untuk berangkat sekolah. 

Akhirnya Koko pasrah, tugas hanya bisa dikerjakan sebagian, waktu tidak memungkinkan. Dihampirinya kail yang diletakkan di pojok dapur, diangkatnya kail tersebut.

 " Gara-gara kamu,  aku jadi begini" kata Koko dengan nada penyesalan.

Melihat kelakuan Koko,  ibunya senyum-senyum.

"Kok, nyalahin kail, dia tergantung siapa yang mengendalikan.  Mancing itu bagus sebagai wahana menyegarkan pikiran.  Yang menjadi masalah adalah bagaimana kita mengatur waktu, menomorsatukan kewajiban."  Kata ibunya menasehati Koko.

           

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gelombang Senja

Membangun Digital Space yang Aman Untuk Anak

BUku Mahkota Penulis, Buku Muara Penulis