Inklusivitas di Dunia Digital

 


Perbedaan itu anugerah yang patut di syukuri. Dinamika sosial memberi warna membentuk pola  beraturan, bukan menciptakan konflik berkepanjangan. Masyarakat inklusif bisa dirajut melalui kesadaran  diri sendiri maupun kelompok. 

Era digitalisasi telah merubah pola interaksi. Aktifitas tatap muka diperkecil menjadi interaksi maya. Pergeseran nilai semakin kentara,   keberagaman dan keberbedaan semakin tajam. Dalam hal ini pada kegiatan pelatihan GMLD pertemuan ke-8, Bapak Muliadi, M.Pd mengajak untuk pandai bersikap, dengan membawa tema "Inklusivitas di  Dunia  Digital". 

Bapak Mulyadi merupakan  seorang guru Matematika di SMK Negeri 1 Tolitoli Sulawesi. Selain itu beliau juga sebagai  Pengajar pada Universitas Terbuka (UT) UPBJJ Palu sejak tahun 2006 sampai saat ini. Sebagai penulis kolom opini pada Koran lokal,  penulis paling aktif menulis di media sosial, seperti Facebook, WA, dan Blog. Penulis buku Menulis dibalik layar, Writing is my passion, Jagalah Allah maka Allah akan menjagamu, dan lain-lain.

 Kolaborasi pemateri dan moderator. Bapak  Dail  Ma'ruf  menunjukkan kekompakan, sehingga kegiatan pelatihan GMLD di Wa grup  berjalan dengan apik, walaupun kadang terkendala sinyal. 

Di awal  paparan materi Bapak Mulyadi mengenalkan, apa itu  inklusivitas?

Inklusivitas atau dalam bahasa Inggris `inclusion` berasal dari  kata   `inklusi` yang mempunyai arti   mengajak masuk  atau mengikut sertakan. Inklusifitas merupakan sikap menerima perbedaan atau mengajak kepada orang lain untuk menghargai perbedaan. 

Masyarakat merupakan komunitas komplek dengan berbagai ragam karakter. Ada berbagai macam kemauan antara satu dengan yang lain saling berlawanan. Sikap inklusifitas harus ditanamkan di lingkungan sekitar  guna menciptakan kedamaian. Lingkungan sekitar merupakan area kecil sebagai batu loncatan menuju pada area yang lebih besar yakni masyarakat luas dalam hal ini adalah masyarakat digital.

Lawan dari inklusif adalah   eksklusif atau eksclusion yang  berati  menegasi atau mengeluarkan. Sikap yang berlawanan dari penerimaan. Orang yang mempunyai karakter tersebut akan menolak adanya perbedaan.  Jika tidak sesuai yang dikehendaki akan bersikap arogan yang bersifat menentang. 

Mengapa kita harus bersikap inklusif di era digital?


Bapak  Muliadi dalam paparannya menjelaskan bahwa masyarakat digital adalah masyarakat yang struktur sosialnya merupakan  jaringan dengan mikro elektronik berbasis informasi digital dan teknologi komunikasi. Beliau mengutip pandangan dari manuel Castells yang menyebutnya sebagai masyarakat jejaring (network society), yaitu masyarakat yang terbentuk dari interaksi dan komunikasi melalui perangkat digital. 
 
Pola interaksi melalui jejaring  membentuk  kebiasaan  berupa tradisi. Kewajiban memiliki perangkat digital menjadikan kebutuhan utama. Terbentuknya masyarakat digital menciptakan berbagai aktifitas melalui  media baru  dengan konsep baru pula. Hal tersebut  memungkinkan terbentuknya kelompok-kelompok kecil secara online untuk berbagi informasi ataupun melakukan transaksi. 

Keberadaan  media sosial memberi peluang untuk melakukan komunikasi secara luas sehingga  sering mendatangkan berbagai reaksi. Selain keuntungan yang diperoleh ada sisi yang sebelumnya tidak diperhitungkan.   Baru disadari jika sesuatu hal sudah terjadi. 

Teknologi komunikasi sering  menciptakan kelompok  yang membentuk kubu perlawanan. Dengan mudahnya  orang melontarkan cacian karena adanya perbedaan. Bahkan diantara mereka  mencari pengikut agar mengaminkan apa telah yang dilakukan. Mencari pengaruh untuk pembenaran.  


Mengapa  masyarakat  digital mesti inklusif?

Di tengah gejolak digital banyak fenomena yang  terlahir dengan terbentuknya masyarakat digital. Masyarakat yang inklusif  sangat diperlukan. 

Bapak Muliadi mengungkapkan beberapa alasan mengapa  masyarakat digital harus inklusif, antara lain:

1. Internet bukan lagi barang baru di Indonesia. 

Masyarakat Indonesia  sudah tidak asing lagi dengan adanya internet. Adanya pembangunan infrastruktur jaringan semakin memudahkan kita untuk memperoleh akses. Daya beli masyarakat terhadap kepemilikan media digital merupakan salah satu faktor penunjang. Kehausan untuk berselancar melalui fasilitas jaringan, banyaknya komunitas percakapan  meramaikan dunia maya.

Berdasarkan informasi dari Kominfo,  Indonesia akan menjadi negara dengan pengguna aktif smartphone terbesar keempat di dunia setelah Cina, India, dan Amerika. Dilansir dari  data   internetworldstats, pengguna internet Indonesia mencapai 212,35 juta jiwa pada Maret 2021. Sementara rata-rata waktu yang digunakan adalah 8 jam 52 menit atau sekitar 75% dari waktu yang tersedia, untuk mengakases internet. Sangat fantastis, hampir 3/4 waktu digunakan untuk berhadap mengamati  perangkat digital. Mereka melakukan beberapa kegiatan dengan memanfaatkan media sosial  yaitu berinteraksi dan berkomunikasi atau hanya sekedar mencari informasi. Dari hasil pengamatan tercatat aplikasi yang paling banyak digunakan secara berturut-turut adalah YouTube, WhatsApp, Instagram, Facebook, kemudian Twitter

2.  Dunia digital cenderung mempertajam perbedaan.

Mudahnya akses komunikasi dan informasi memperjelas adanya perbedaan. Keberagaman terlihat jelas akan memicu terjadinya kerawanan sosial.   Sikap saling menjatuhkan,  saling cari pengaruh, persaingan, melakukan provokasi bahkan yang lebih fatal lagi  berimbas  pada aktifitas fisik berupa perkelahian antar individu ataupun kelompok. Untuk menghindari hal-hal tersebut, bijak bermedia sosial sangat diperlukan. 

3.  Keunikan yang hadir sebagai sebuah keniscayaan.

Anggota masyarakat digital yang beragam perlu  mendapat perlakuan yang proporsional sesuai kondisi keunikannya. Mereka berhak mendapatkan layanan  dan kebutuhan sebagaimana yang diperoleh dari anggota yang lainnya. Perlakuan  yang seimbang dengan tidak memunculkan  kecemburuan sosial.

4.Hak untuk memperoleh akses layanan dan kebutuhan.
.
 Sikap simpati dan empati harus dimiliki oleh masyarakat digital. Keunikan yang diakibatkan dari keterbatasan fisik atau mental sangat rentan terhadap perundungan atau merasa tersingkirkan karena tidak mendapatkan hak akses. Dengan keterbatasan yang dimiliki oleh penyandang disabilitas,memerlukan fasilitas yang dapat membantunya untuk mengembangkan diri. Kedepannya  mereka bisa menggunakan layanan seperti halnya orang lain.

  Dari keempat point diatas,dapat dijadikan dasar untuk segera bertindak, menyelamatkan situasi  yang merusakkan kebhinekaan. Dunia digital harus menjadikan wahana untuk meningkatkan kompetensi  dan produktifitas. Dan tidak kalah penting adalah  moralitas bangsa. 

Untuk itu  Bapak Muliadi  mengenalkan 3  hal penting dalam inklusivitas dunia digital yakni keunikan fisik dan kemampuan, perbedaan dan keragaman, dan  terkahir tentunya indah sekali jika dihadirkan dilingkungan masing-masing. 

 

Unik merupakan sesuatu yang berbeda dengan orang lain. Keunikan mempunyai ciri khas yang khusus bisa  dari segi fisik maupun kemampuan. Dari hal yang unik tersebut menjadikan perbedaan dan keberagaman.  Hal tersebut harus kita terima dengan sadar dan penuh penghormatan sebagai bentuk sikap inklusivitas. 

Banyak kita temui keunikan dan keberagaman yang memerlukan pemahaman, bukan hal yang menjadi beban. Jika kita dilihat di luar sana  anak-anak jalanan, orang yang terisolasi,  penyandang disabilitas semua adalah  keunikan. Mereka mempunyai hak akses yang sama dalam memanfaatkan media digital. Semua kita terima tanpa ada diskriminasi.   Lingkungan  seperti inilah yang diharapkan dari masyarakat digital yang inklusif. 

Lingkungan inklusif merupakan lingkungan sosial yang terbuka dan ramah, mengabaikan perbedaan, saling menghormati  tanpa kecuali dan merangkul setiap perbedaan. 




 Untuk meningkatkan layanan internet dan mempercepat pemerataan pembangunan dan peningkatan sumber daya manusia, pemerintah sebagai pemegang otoritas harus menyiapkan  sarana dan prasarana  bagi mereka. Adanya bimbingan teknis,  ketersediaan teknologi alat bantu  atau berupa instrumen/aplikasi  dan layanan-layanan khusus.  Penyediaan fasilitas  digital yang seharusnya menjangkau seluruh masyarakat Indonesia tanpa kecuali.  

saat ini sudah ada  wadah untuk pendidikan inklusif termasuk penyandang disabilitas. Penyiapan guru-guru khusus dan fasilitas-fasilitas walaupun belum merata ke seluruh pelosok negeri. Semoga kedepan agar penyediaan fasilitas tersebut merata. 

Sebagai warga negara yang baik akan selalu menebarkan hal-hal yang positif ditengah kondisi keberagaman dengan bersikap inklusif.  Saling menghormati dengan meniadakan perbedaan, saling memahami anta individu dengan tidak mencaci, menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna dengan menerima kekurangan. Bijak dalam berinternet  dan ikut serta dalam mensosialisasikan penting beretika dalam menggunakan media digital, mendidik masyarakat untuk memahami adanya perbedaan.





Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gelombang Senja

Membangun Digital Space yang Aman Untuk Anak

BUku Mahkota Penulis, Buku Muara Penulis