Isna yang Malang

 Gadis kecil itu terlihat menjadi dewasa. Tampilan polosnya harus menyandang beban batin. Perlakukan bullying seringkali didapatkan. Isna … itulah nama panggilannya.Ia berasal dari keluarga yang amat sederhana. Pagi-pagi buta kedua orang tuanya harus bekerja. Sebagai buruh tani, mereka mengerjakan lahan milik tetangga. 


Terlahir sebagai anak tunggal, sudah barang tentu disayangi oleh kedua orang tuanya. Di tengah-tengah kesibukannya , jika ada kesempatan mereka mengantar atau menjemput Isna saat pulang sekolah. "Bu .., saya titip  Isna…, kata pak Roni kepada Bu Rina wali kelasnya. Senyum tipis mengembang di raut wajah Bu Rina. ":Insya Allah pak, jangan khawatir," sahut Bu Rina. 


Bu Rina sangat memahami bagaimana kondisi Isna. Sebagai anak yang memiliki kekhususan, harus memikirkan bagaimana memberi perlakuan semestinya. Namun seringkali kesulitan menangkis perlakukan olok-olok.dari teman-temannya. Maklum mereka masih kelas 2 SD. Walaupun sudah diberi pengertian, mereka tetap melakukan saja menggoda Isna hingga kadang membuatnya menangis. 


"Isna duduk yang sopan ya nak, kaki jangan di angkat ke atas," sapa Bu Rina dan menghampirinya sambil memegang pelan kaki untuk diluruskan ke bawah. Namun tanpa mempedulikan Bu Rina, Isna terus melahap pentol tusuk hingga habis. "Isma lain kali jangan seperti ini ya,. .!" Bu Rin terus menasehatinya. " He eh," sahut Isna disertai dengan anggukan. 


Kring… kring… bel.masuk berbunyi. Bu Rina selalu masuk lebih awal, karena selalu khawatir tentang keadaan satu siswanya itu. Jangankan saat istirahat di tengah-tengah pembelajaran pun, ada saja ulah teman-temanya yang tidak mengenakkan. Kadang tidak bisa menyalahkan mereka, seringkali ulah Isna yang membuat temannya marah. Sebagai wali kelas, Bu Rina harus lebih extra menjaga agar tidak terjadi kegaduhan dan tak bosan-bisan pula memberikan nasehat. 


Di samping kesulitan dalam bergaul Isna juga termasuk anak yang mengalami kesulitan belajar. Walaupun sudah kelas 2 Ia belum bisa membaca. Hasil rapat yang dilakukan bersama kepala sekolah dan guru memutuskan untuk menaikkan Isna ke kelas 2 dengan berbagai pertimbangan, salah satunya adalah badan kelihatan besar. 


Namun beban Bu Rina begitu berat. Bagaimana caranya membimbing Isna bisa mengenal huruf dan bisa membaca dengan lancar. Disela-sela memberikan pelajaran tertentu, Bu Rina selalu meluangkan waktu untuk mengajari membaca secara privat,sedangkan siswa yang lain mengerjakan tugas secara klasikal. Teknik baca tanpa eja '. a-ba, a-bi" itulah yang dilakukan setiap hari. Dengan perlakukan yang lemah lembut, Isna begitu antusias belajar di samping Bu Rina. 


Seiring berjalannya waktu tidak terasa, sudah memasuki akhir tahun pelajaran. Walaupun belum begitu lancar, Isna sudah menunjukkan prestasinya. Bagaimanapun keterbelakangan yang dimiliki sudah ada perkembangan. Rapat kenaikan kelas dilakukan. Hasil rapat pun memutuskan untuk menaikkan Isna ke kelas 3, dengan catatan guru kelas 3 juga harus mengikuti jejak yang dilakukan oleh Bu Rina, yakni memberikan perlakukan khusus.


Tidak terasa tahun demi tahun kini Isna sudah duduk di kelas 5. Setiap jenjang kelas yang dimasukinya posisi Isna selalu dikecualikan, sebab untuk memahami kalimat sangat susah apalagi berhitung. Yang penting bisa membaca, itulah tujuan sederhana untuk menuntaskan pembelajarannya, mengingat suatu saat nanti jika terjun ke masyarakat tidak buta huruf. Syukur bisa melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi, semoga pihak sekolah yang menerima juga memahami.


Mendung hitam datang secara tiba-tiba, kegelisahan masal menjadi musibah besar. Musim kemarau begitu panjang, sehingga proses belajar mengajar terganggu. Kabut asap mendera seluruh wilayah. Jarak pandang hanya 1 meter. Pemerintah daerah mengeluarkan kebijakan, sekolah diliburkan. 



Melihat ada edaran libur sekolah, Bu Rina bergegas mengumumkan siswa siswi di sekolah tempat mengajar, bahwa anak-anak libur. Hari pertama,.kedua,.ketiga kabut asap tidak kunjung usai. Libur sekolah terus diperpanjang.


 Di tengah-tengah libur sekolah ada berita yang memekakkan telinga. Isna telah diperkosa oleh tetangga sendiri. Laki-laki yang sudah beristri. Bu Rina bersimpuh, rasa sakit seakan menusuk kedalam rongga dada.  Perjuangan mendidik Isna sia-sia. Ada orang yang  kurang ajar memanfaatkan anak,  dalam kategori masyarakat umum mendapat julukan "Oon" atau agak kurang sedikit. 


Bergegas Bu Rina mendatangi rumah Isna. Hingga di depan rumah,   Bu Roni seketika  merangkul Bu Rina dan menangis."Mengapa bisa terjadi?" Tanya Bu Rina sambil menenangkannya. Secara seksama Bu Rina mendengar cerita dari Bu Ronj tentang kronologis peristiwa tersebut. Ya .. Isna dianggap sudah besar, bisa ditinggal sendirian dirumah sementara Pak Roni dan Bu Roni pergi ke sawah untuk memanen padi.


Informasi yang simpang siur terjadi, dianggap Isna hanya berceloteh karena dianggap anak Oon. Proses hukum telah dilaksanakan dan penyelidikan polisi sedang berproses. Namun bagaimana mengembalikan psikologis Isna? Bu Rina berpikir keras. Sudah beberapa minggu Isna tidak mau sekolah. 


Bu Rina terus berkomunikasi dengan kedua orang tuanya, untuk membangkitkan semangatnya. Bu Rina sangat bersyukur, Isna mau ke sekolah. Namun bukan rahasia umum di sekolah, semua anak-anak sudah mengetahuinya. Setiap saat setiap kesempatan bersama guru-guru yang lain memberikan pesan kepada siswa untuk tidak menghakimi Isna. Sejak kembalinya Isna ke sekolah semua guru selalu memperhatikan siswa-siswa lainnya agar tidak melakukan bullying kepada Isna. Ternyata Mereka semakin memahami, hingga Isna berhasil menyelesaikan kelas akhir, yakni kelas 6 SD.


Isna berhasil menamatkan sekolah dan mengantongi ijazah SD. Sekolah berusaha mengarahkan Isna melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Setelah lulus tiada lagi kabar tentang Isma. Semoga kau baik-baik saja Nak.


Sebuah cerita yang diambil dari kisah nyata. Perilaku bullying, terhadap anak berkebutuhan khusus marilah kita hindari. Jangan biarkan anak-anak kita sendiri terlalu lama di rumah tanpa ada pendampingan orang tua.







Komentar

  1. Ya Allah, nasib Isna. Semoga tidak ada lagi Isna-Isna lainnya yang diperlakukan dengan tidak berperikemanuanusiaan.

    BalasHapus
  2. Aamiin..terimakasih bu..sudah mampir..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Gelombang Senja

Membangun Digital Space yang Aman Untuk Anak

BUku Mahkota Penulis, Buku Muara Penulis